Pemikiran Al Ghazali banyak mempengaruhi pada masa
setelahnya, karena sesuai dengan ajaran Islam. Ia mendapat gelar Hujjatul Islâm
karena jasanya dalam mengomentari dan melakukan pembelaan terhadap berbagai
serangan dari pihak luar, baik Islam maupun orientalis Barat.
Pemikiran Al Ghazali dan Ibn Rusyd pada dasarnya memiliki
satu garis kesamaan, yaitu sebuah garis yang berangkat dari titik pemikiran Ibn
Sina dengan aliran filsafat yang memiliki bangun dasar wahdatul wujûd. Al
Ghazali mengemukakan bahwa para filosof yang mengajarkan tiga hal (keabadian
alam, pengetahuan Tuhan yang universal dan menolak bangkitnya jasad setelah
mati) adalah kafir, termasuk yang mengikutinya.[11]
Beberapa filosof yang terpengaruhi pemikiran-pemikiran Al
Ghazali dari karya-karyanya, yaitu:[12]
B Mic Donal menerjemahkan beberapa pasal dari Ihyâ`
‘Ulûmuddîn.
H Baeur yang menterjemahkan Qawâ’id Al ‘Aqâ`id ditransfer ke
dalam bahasanya, yaitu Dogmatic Al Ghazali’s.
Carra De Vaux yang menterjemahkan buku Tahâfut Al Falâsifah.
De Boer dan Asin Palacois yang masing-masing menterjemahkan
Tahâfut Al Falâsifah.
Barbier De Minard yang menterjemahkan Al Munqizhu min Adl
Dlalâl.
WHT. Craidner, London yang menterjemahkan buku Miskat Al
Anwâr.
Nama lengkap Al Ghazali adalah Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn
Ahmad Al Ghazali, lebih dikenal dengan Al Ghazali. Lahir di Provinsi Khurasan,
Republik Islam Irak, tahun 450 H (1058 M). Ayahnya adalah memintal benang wol.
Awal mula Al Ghazali mengenal tashawuf adalah ketika sebelum
ayahnya meninggal, namun dalam hal ini ada dua versi: ayahnya sempat menitipkan
Al Ghazali kepada saudaranya, Ahmad seorang sufi. Sejak kecil, Al Ghazali
dikenal sebagai anak yang senang menuntut ilmu. Al Juwaini kemudian memberinya
gelar Bahrûm Mughrîq (laut yang menenggelamkan). Dan empat tahun Al Ghazali
bergelimang ilmu pengetahuan dan kemewahan duniawi. Di masa inilah dia banyak
menulis buku-buku ilmiah dan filsafat. Bermacam-macam pertanyaan timbul dari
hati sanubarinya. Dia menyingkir dari kursi kebesaran ilmiahnya di Baghdad
menuju Mekkah, kemudian ke Damaskus dan tinggal disana sambil mengisolir diri
untuk beribadah dan mengambil jalan sufi. Ia wafat pada tanggal 14 Jumâdil
Akhir tahun 505 H (1111 M) dalam usia 55 tahun.
Al Ghazali mendapat gelar kehormatan Hujjatul Islâm atas
pembelaannya yang mengagumkan terhadap agama Islam, terutama terhadap kaum
bâthiniyyah dan kaum filosof. Dia seorang ulama, pendidik, ahli pikir dalam
ilmunya dan pengarang produktif.
Karya-karya tulisnya meliputi: Maqâshid Al Falâsifah,
Tahâfut Al Falâsifah, Mi’yâr Al ‘Ilm, Ihyâ` ‘Ulûm Ad Dîn, Al Munqidz Min Adl
Dlalâl, Al Ma’ârif Al ‘Aqliyyah, Misykat Al Anwâr, Minhaj Al ‘Âbidîn, Al
Iqtishâd fî Al I’tiqâd, Ayyuhâ Al Walad, Al Mustasyfa, Iljam Al ‘Awwâm ‘an ‘Ilm
Al Kalâm dan Mizan Al ‘Amal.
Filsafat Imam Al Ghazali meliputi Filsafat Ketuhanan
(Masalah Wujud, Dzat dan Sifat serta Af’al); Tashawuf Al Ghazali, tidak
melibatkan diri dalam aliran tashawuf inkarnasi (pantheisme) dan karya-karyanya
tidak keluar dari sunnah Islam yang benar. Pengetahuannya tidak berdasarkan
hasil-hasil argumen Ilmu Kalam; Filsafat Etika/ Akhlâq Al Ghazali. Akhlâq
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dan
tindak-tanduk dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Al Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang berkuasa
dan sangat memelihara dan menjadi rahmatan lil ‘âlamîn. Adapun kesenangan
menurut Al Ghazali ada dua, yaitu kepuasan dan kebahagiaan. Pemikiran Al
Ghazali banyak mempengaruhi pada masa setelahnya. Beberapa filosof yang terpengaruhi
pemikiran-pemikiran Al Ghazali dari karya-karyanya, yaitu: B Mic Donal, H
Baeur, Carra De Vaux, De Boer dan Asin Palacois, Barbier De Minard dan WHT.
Craidner.
EmoticonEmoticon